Apakah akhir-akhir ini kamu sering mendengar istilah ‘startup’ dilontarkan ke sana kemari? Semakin ramainya penggunaan istilah tersebut mungkin karena efek banyaknya startup yang sedang membuka lowongan kerja atau magang, sampai karena adanya drakor (drama Korea) yang berjudul sama dengan panggilan tersebut.
Tapi jika dikaitkan dengan hal merintis usaha, kalau ditanyakan ke diri sendiri, apakah kamu ingin mendirikan suatu startup atau UMKM?
“Loh, bukannya sama?”
Eits, UMKM dan startup merupakan dua hal yang berbeda. Jangan sampai disamakan, lho, karena tujuan, langkah-langkah, dan aset dalam pelaksanaan nantinya akan sangat berbeda. Walaupun memang keduanya sama-sama membutuhkan profit, dan dapat berkontribusi untuk kemajuan ekonomi suatu masyarakat dan negara juga.
Perbedaan Definisi
Mari mulai dari perbedaan dasar keduanya, yaitu pengertian umum. UMKM adalah singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, yang jika disimpulkan menurut UU 20 Tahun 2008 merupakan usaha ekonomi kreatif yang dimiliki atau dilakukan secara perseorangan atau melalui badan usaha, dan memiliki jumlah kekayaan sesuai kriteria dalam UU tersebut. Salah satu contoh dari usaha jenis ini adalah Supasuka yang menjual beberapa produk makanan berbahan dasar jamur tiram! (kamu bisa cek kisah mereka, di LatihID Pojok Usaha, nih!)
Sedangkan menurut Amy Fontinelle dalam artikelnya, startup adalah perusahaan muda yang ditemukan oleh beberapa pengusaha untuk mengembangkan sebuah produk atau layanan yang unik, dan membawanya ke market (pasar). LatihID dapat menjadi salah satu contoh dari perusahaan rintisan, dengan produknya yaitu modul-modul beserta program edukatif lainnya.
Perbedaan Tujuan, Cara Pelaksanaan dan Penggunaan Aset
Startup memiliki tujuan yaitu pertumbuhan (growth) yang cepat, sedangkan UMKM lebih mengutamakan kestabilan keuntungan sebagai tujuannya. Tujuan ini juga berhubungan dengan cara eksekusi kedua jenis usaha ini.
Pernah merasa bahwa startup itu identik dengan penggunaan teknologi? Contoh selain LatihID seperti Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Halodoc, dan lainnya. Semuanya hampir menggunakan teknologi digital untuk menyatukan suatu pelayanan, entah Gojek dalam bidang transportasi, Tokopedia-Bukalapak dengan e-commerce mereka, sampai Halodoc dengan layanan konsultasi kesehatan.
Dalam pelaksanaannya, startup memang sebagian besar bersinggungan dengan teknologi. Sedangkan aset yang nantinya akan mereka miliki bisa dianggap sebagai beban biaya. Mengapa begitu? Karena seperti Gojek yang memiliki aset aplikasi digitalnya, beserta layanan-layanan transportasi yang ditawarkannya, mereka membutuhkan dana di balik itu semua. Tanpa dana, layanan Gojek, Go-food, sampai Go-mart yang selama ini pelanggan nikmati tidak dapat berjalan dengan lancar.
Di sisi lainnya, UMKM tidak selalu bersinggungan dengan teknologi, tetapi hanya sekedar memanfaatkannya. Salah satu contoh fiksinya dapat dipaparkan seperti ini, Tina memiliki toko roti yang cukup laris sampai sekarang.
Dengan profit yang masih stabil, dirinya ingin melebarkan target pasarnya, oleh sebab itu Tina menggunakan aplikasi digital seperti Gojek untuk mendaftarkan usahanya di layanan Go-food. Sehingga nantinya, konsumen dapat menikmati roti dari tokonya tanpa harus datang ke toko offlinenya.
Aset yang dimiliki UMKM Tina adalah produk roti, dan berbeda dengan startup, aset tersebut bukan dianggap sebagai beban biaya melainkan sebagai sumber keuntungan.
Startup dan UMKM Saling Berkaitan?
Walaupun sebelumnya telah dipaparkan beberapa perbedaan antara dua hal tersebut, sebenarnya baik Startup maupun UMKM dapat dikaitkan juga lho eksistensinya. Dan bukan berarti startup selalu lebih baik dari UMKM, begitu pula sebaliknya. Kedua jenis usaha ini dapat berjalan saling berdampingan, dan melengkapi satu sama lainnya.
Bahkan dilansir dari Okezone, Victor Lesmana (Director Payment, Fintech, and Virtual Products Bukalapak) mengatakan bahwa startup di Indonesia juga banyak yang memulai perjalanan bisnisnya sebagai UMKM dulu. Dan bukan berarti transformasi menjadi suatu startup itu merupakan hal yang mudah, karena proses pelaksanaannya juga lebih kompleks dibandingkan UMKM.
Utamakan Ide atau Eksekusi?
Menurut Steve Blank, startup adalah organisasi sementara yang dibangun untuk mencari model bisnis yang dapat diukur dan diulang. Yang berarti dalam proses pencarian dan eksplorasi tersebut, para founders berada dalam kondisi yang penuh resiko, karena tentunya akan ada kesalahan di sana sini, dalam menemukan lalu mematangkan suatu ide terlebih dahulu sebelum dieksekusi.
Bukan berarti para perintis UMKM tidak berada dalam kondisi yang penuh resiko juga dalam mendirikan usahanya, tapi jika melihat beberapa contoh nyata, beberapa UMKM dapat mulai berjalan tanpa ide yang matang.
“Jalanin aja dulu, deh!” Biasanya begitu narasinya, jadi yang penting berani eksekusi dulu. Walaupun memang, setelah dieksekusi tetap saja pelaku UMKM harus mengembangkan konsep atau ide bisinsnya dengan kondisi pasar.
Mau belajar cara merintis usaha dari dasar banget? Kamu bisa belajar kapan saja secara gratis, di sini: Rahasia Nomor ke Nol Memulai UsahaKunjungi website LatihID di www.latihid.com untuk mendapatkan akses gratis belajar materi UMKM, juga program menarik lainnya!
Penulis: Samantha Yohana Blessya